PROGRAM KEMITRAAN BIDAN DENGAN DUKUN

Teaser: 

Merangkul Dukun Untuk Menolong Kelahiran Dengan Aman
Agustus 2008

Surabaya, eHealth. Bagi masyarakat Indonesia, nama dukun bukanlah merupakan hal yang aneh lagi. Minimal mereka tahu arti dari dukun itu. Namun, di era globalisasi ini terlebih di sebuah Kota Metropolis seperti Kota Surabaya ini, mungkin keterkaitan dukun bayi dalam menolong persalinan akan sangat terdengar janggal. Namun tidak dapat dipungkiri lagi, keberadaan dukun khususnya dukun bayi yang masih “membuka praktik” di Kota Surabaya tetap ada, khususnya bagi warga yang tinggal di kawasan Surabaya Utara.

Menurut Ketua IBI (Ikatan Bidan Indonesia) ranting Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Endang Damiati SST, berperannya dukun bayi dalam proses persalinan memang tidak bisa dipungkiri. Karena di Kota Surabaya sendiri masih banyak masyarakat yang lebih percaya kepada dukun daripada petugas kesehatan saat melahirkan anaknya.

Kasus paling banyak terjadi adalah di daerah Surabaya Utara, karena secara kultural masyarakat disana memang cenderung lebih dekat dengan dukun. ’’Pola pikir masyarakat kan tidak bisa disamakan, dan bersifat heterogen. Karena itu masih ada saja yang meminta bantuan dukun saat melahirkan,’’ ujar Endang Damiyati. Kedekatan antara masyarakat atau dalam hal ini ibu hamil dengan para dukun bayi karena mereka tidak hanya membantu proses persalinan, tetapi juga biasanya merawat ibu maupun bayi pasca melahirkan, seperti mencucikan baju sang ibu setelah melahirkan, memijat ibu dan bayi, dan sebagainya.

Selain itu, jumlah bidan yang terbatas, sedikit banyak juga turut berperan terhadap kecenderungan masyarakat menjatuhkan pilihan pada dukun bayi saat melahirkan. Di Kota Surabaya hanya ada sekitar 985 bidan, sebanyak 209 diantaranya berada di Puskesmas.

‘Profesi’ sebagai dukun bayi ini umumnya merupakan sebuah ilmu turun temurun. Sehingga ilmu itupun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman seseorang saja tanpa didasari ilmu praktik yang jelas. Permasalahan terjadi apabila sang dukun yang memiliki ilmu turun temurun ini benar-benar tidak memiliki pengetahuan yang tepat mengenai proses persalinan. Seperti contohnya salah satu kasus yakni memotong tali pusar bayi dengan menggunakan gunting yang biasanya dipakai menggunting benda-benda lain.

Hal kecil seperti itu pun dapat mengakibatkan kejadian yang sangat fatal, yakni infeksi dan menyebabkan tetanus neonatorum akibat bakteri Clostridium tetani. Gejala Tetanus ini umumnya terasa setelah 5-10 hari setelah terinfeksi, tetapi bisa juga 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi. Dukun bayi yang telah membantu persalinan, tidak mengira hal itu disebabkan oleh proses persalinan dengan penanganan yang tidak benar. Karena dukun bayi tersebut berdalih bahwa gejala tetanus seperti gangguan menelan, sakit kepala, demam, nyeri tenggorokan, menggigil, serta kejang otot, lengan, tungkai dan sebagainya itu disebabkan oleh bayi yang tidak sehat. Tetanus ini dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dr. Esty Martiana Rachmie menjelaskan bahwa sebenarnya keberadaan seorang dukun bayi di tengah masyarakat ini merupakan warisan kondisi lama dimana pemerintah belum dapat menyediakan Tenaga Kesehatan (Nakes) yang cukup untuk masyarakat.

“Saat itu jumlah masyarakat yang semakin bertambah menuntut keberadaan Nakes dengan cepat, namun saat itu jumlah Nakes dan dukun bayi masih timpang,” jelas dr. Esty. Sehingga karena jumlah Nakes yang terbatas itulah, pemerintah mengambil jalan keluar untuk melatih para dukun untuk dapat melakukan proses persalinan dengan baik dan benar. “Memang saat itu ada pelatihan untuk para dukun bayi, tetapi sekarang sudah tidak lagi,” lanjutnya. Karena secara medis dukun tidak mempunyai kapasitas untuk melakukan proses persalinan terlebih jika terdapat keadaan gawat darurat.

Tetapi bukan berarti ibarat peribahasa habis manis sepah dibuang, dr. Esty menjelaskan bahwa dukun tidak dapat disalahkan begitu saja ketika melakukan persalinan, karena umumnya masyarakat yang datang sendiri ke dukun. “Kalau dukun langsung dipites (dihilangkan, Red) ya pasti berontak, karena itu lebih baik ‘merangkul’ mereka melalui bidan,” jelas Kadinkes Kota Surabaya ini. Beberapa tahun silam program ini telah berjalan, dan terus digalakkan oleh Dinas Kesehatan khususnya Dinkes Kota Surabaya.

Program ini dikenal dengan Program Kemitraan Bidan dan Dukun, dimana dalam program tersebut terdapat pembagian kinerja sendiri, seperti dukun tidak boleh melaksanakan proses persalinan melainkan bidan yang melaksanakan, sehingga tugas dukun adalah mengantar ibu hamil yang datang padanya kepada bidan, dan juga melaksanakan tugas-tugas pasca persalinan.

Ingin mengetahui lebih dalam mengenai kemitraan tersebut, Tim eHealth meninjau salah satu wilayah yang masih memiliki dukun di daerahnya dan terdapat kemitraan dengan dukun, yakni daerah Sidotopo Wetan. Salah satu bidan di daerah itu yakni bidan Istiqomah. Ketika Tim eHealth mewawancarai bidan Istiqomah ditengah prakteknya melayani ibu hamil, Ia menjelaskan bahwa di daerah Sidotopo dulunya terdapat 5 dukun, namun hanya satu yang tersisa aktif. “Tentu saja merangkul para dukun bukanlah hal mudah, tergantung cara kita masing-masing,” jelas Istiqomah yang memulai praktek bidan sejak tahun 1989.

Ia mengungkapkan beberapa trik dalam upayanya merangkul dukun-dukun tersebut, salah satunya adalah berbahasa daerah sesuai daerah asal dukun tersebut, yakni bahasa Madura, bahasa yang mayoritas dikuasai di daerah Surabaya Utara ini. “Kita harus tahu bahasa mereka, selain untuk lebih dekat juga supaya tahu maksud mereka dengan baik,” jelas Bidan kelahiran Gresik ini. Selain dapat berbahasa daerah seperti sang dukun, Bidan, menurut Istiqomah, juga harus tahu apa kebutuhan sang dukun, permasalahannya, dan sebagainya. “Layaknya teman lah kita bermitra,” jelasnya.

Dalam kemitraan ini, sang dukun pun tetap mendapatkan reward jika menjalankan tugas sesuai perjanjian. Seperti contohnya apabila dukun membawa seorang ibu hamil ke Bidan, maka akan mendapatkan fee sebesar 100 ribu rupiah. “Setiap daerah berbeda-beda, sesuai dengan perjanjian antara bidan dan dukun,” jelas ibu empat orang anak ini.

Namun, umumnya di daerah Surabaya Utara ini, setiap dukun yang membawa ibu hamil akan mendapatkan upah sebesar itu. Seperti halnya perjanjian yang terjalin diantara Puskesmas wilayah Surabaya Utara, beserta para dukun di daerah tersebut dan para Bidannya tentunya. Perjanjian yang dibentuk tahun 2007 ini menyatakan dukun tidak lagi berpraktek namun bermitra dengan para bidan dan menjalankan tugas sesuai yang ditetapkan.

Biaya persalinan terkadang juga menjadi kendala. Masyarakat berfikir melahirkan di dukun lebih murah daripada di Bidan. Namun kenyataannya tidak jauh berbeda. Seperti yang diungkapkan oleh Istiqomah. Melahirkan di Bidan memerlukan biaya kurang lebih 300 sampai 400 ribu, sedangkan di Dukun sampai juga 300 ribu lebih. “Tergantung dukunnya juga,” jelas Istiqomah. Nyatanya, biaya persalinan pun termasuk dalam hitungan gratis atau potongan beberapa persen bagi keluarga tidak mampu, seperti halnya yang pernah dijelaskan oleh Kadinkes Kota Surabaya. Sosialisasi mengenai hal ini pun terus dijalankan.

Tidak di semua wilayah Surabaya Utara perjanjian tersebut berjalan lancar, karena tetap saja masih ada beberapa dukun bayi yang ‘nakal’ dalam menjalankan perjanjian tersebut. Masih ada yang berpraktek diam-diam, nyatanya perjanjian tersebut membuat mereka takut kehilangan “asap dapur” mereka, sehingga berdampak pada kucing-kucingan antar dukun bayi dan bidan.

Di suatu wilayah di daerah Surabaya Utara, seorang dukun bayi malah sampai dilindungi warganya ketika akan dikunjungi oleh petugas kesehatan. “Dia (si dukun bayi, Red) disuruh lari oleh warga ketika lihat kami (petugas kesehatan, Red) datang,” jelas salah satu Bidan di Surabaya Utara. Padahal, kedatangan beberapa petugas kesehatan tersebut bukan untuk ‘menggerebek’, tetapi sekedar untuk sharing dan sosialisasi mengenai kesehatan.

Perihal kucing-kucingan ini menyebabkan dukun bayi yang seharusnya bermitra dengan Bidan supaya terhindar dari kesalahan praktek yang dapat menyebabkan sakit ini, tidak berjalan lancar. Istiqomah menyarankan agar para dukun mudah untuk dirangkul, selain beberapa trik diatas, dukun bayi juga diajak untuk menggali ilmu. “Saya selalu bilang pada mereka (dukun bayi, Red) kalau ada ilmu baru. Maka mereka pun berdatangan,” jelas Bidan yang pernah menjadi Juara I Lomba Bidan cabang Surabaya ini. “Tetapi jangan ngomong thok, jadi yah harus benar-benar mengajarkan,” lanjutnya. Sehingga, dengan sendirinya para dukun bayi tahu mana yang benar dan salah, walau mereka tidak menjalankan persalinan.

Dukun bayi dinilai masyarakat, khususnya masyarakat Surabaya Utara, sudah seperti keluarga mereka sendiri, karena umumnya mereka dekat dengan si dukun, dalam artian keluarga ibu hamil telah langganan melahirkan dilayani oleh mbah dukun. Seperti halnya ilmu dukun yang turun temurun, maka orang-orang yang dilayani olehnya pun turun temurun. Kedekatan itu pula karena pelayanan dukun yang tidak hanya sampai persalinan saja. Menyusul hal tersebut, kali ini Bidan pun memiliki banyak inovasi, salah satunya Bidan Delima. “Pelayanan Bidan Delima tentunya lebih prima, excellent, dan memperhatikan customer service,” jelas Istiqomah. Ia sendiri mendapatkan sertifikat Bidan Delima sejak tahun 2005. Namun kiprahnya sebagai Bidan sudah jauh didengar oleh masyarakat Sidotopo jauh sebelum tahun 2005. Walau 11 tahun harus pulang pergi Gresik Surabaya untuk melayani masyarakat, Istiqomah tidak merasa keberatan karena masyarakat sangat kooperatif dan dorongan keluarga pun besar padanya. Keberhasilannya menjadi Bidan di area tersebut mengundang decak kagum dari beberapa orang, salah satunya Ia pernah mendapatkan kunjungan langsung dari Washington mengenai sepak terjangnya menjadi bidan di area yang terkenal’keras’ tersebut.

Terkadang pengetahuan saja tidak cukup apabila tidak diimbangi dengan mentalitas yang kuat dalam menjalankan tugas dan keberhasilan suatu program kesehatan. Tentu pengaruh dukun bayi di masyarakat, tidak semerta-merta menjadi kesalahan dukun yang beberapa hingga saat ini masih bermain kucing-kucingan dengan Nakes. Peran serta masyarakat pun menjadi hal penting. Mulai dari pengertian dan kesadaran untuk melahirkan aman di Nakes, dan juga pemahaman biaya. Bagaimana pun juga tata cara untuk menolong seorang manusia lahir kedunia ini tidak dapat dianggap remeh. Penanganan yang benar sesuai dengan ajaran-ajaran tepat adalah gerbang bagi seorang bayi untuk dapat memulai sebuah kehidupan dengan sehat dan aman.(fie/cie)

Reporter: Dian Sofianty P/ Lusie Wardani
Fotografer: Mehdinsareza W

Your rating: None Average: 2 (2 votes)
AttachmentSize
kerjasama-bidan-dukun.jpg17.92 KB