Polling Oktober 2010
Apakah tampilan Website Dinas Kesehatan Kota Surabaya cukup menarik?:
Banner

Heri Siswanto, dr

dr. Heri SiswantoSurabaya, eHealth. Walau tidak seramai seperti ketika ada pertandingan sepakbola, tetapi suasana Stadion Tambaksari Surabaya di awal bulan November lalu itu terlihat cukup ramai, terlihat beberapa polisi berjaga-jaga di luar, dan ada beberapa suporter yang mengenakan kaos hijau bergambar buaya masuk ke pintu utama stadion. Samar-samar suara peluit terdengar dari dalam stadion. Sepertinya sedang ada permainan seru di dalam sana.

“Wartawan ya.. masuk masuk,” celetuk seseorang berkulit gelap senada dengan warna kaus yang Ia gunakan. Ia mempersilahkan Tim eHealth  masuk ke Wisma Persebaya dimana narasumber yang kami tuju berada. Suasana di dalam Wisma Persebaya memang terlihat ramai, terdapat prasmanan makanan yang sepertinya telah disantap para undangan. Tidak lama kami mengetahui bahwa saat itu terdapat undangan khusus bagi wartawan olahraga untuk meliput persiapan Tim Persebaya menghadapi turnamen.

Namun, bukan para pemain bola andalan arek Suroboyo yang akan kami tuju, melainkan seorang ‘pemain’ di balik layar yang juga ikut andil dalam menunjang kemenangan kesebalasan kebanggaan para Bonek Bajoel Ijo ini, yakni seorang dokter Puskesmas yang merangkap menjadi dokter yang dipercaya dan diakui oleh Badan Liga Indonesia untuk menjadi ‘pemain’ dalam perihal kesehatan tim Persebaya, Ia adalah dr. Heri Siswanto.

Ruang khusus dr. Heri berada tidak jauh dari tempat presmanan tadi berada, ketika pintu diketuk dan dibuka, senyum dan jabatan tangan telah terulur dari dokter yang mengenakan kacamata ini. Tidak susah mengenali dr. Heri ini karena Ia memiliki ciri khas tersendiri yakni dari warna rambutnya yang didominasi warna putih. Ia pun kerap muncul di televisi ketika harus membopong para pemain yang cedera di tengah lapangan.

Ketika Tim eHealth dipersilahkan duduk, dokter lulusan Universitas Islam Sultan Agung Semarang ini pun memulai kisah awalnya berkecimpung di dunia kesehatan, hingga akhirnya dipercaya selain untuk mengkoordinir Puskesmas Wonokusumo, juga dipercaya untuk mengatur gizi serta menjaga vitalitas para pemain bola andalan Kota Surabaya ini baik dari segi medis maupun fisik.

Berawal Dari Tidak Minat

Tidak pernah terbayang sebelumnya bagi seorang Heri muda untuk berkecimpung di dunia yang penuh dengan istilah medis dan dengan tugas kemanusiaan, terlebih lagi ketika harus mengenal beberapa penyakit di kelas kedokteran. “Bisa dibilang kedokteran adalah cita-cita almarhum ayah saya,” jelas dokter yang lulus tahun 1994 ini.

Selepas dari bangku SMA tepatnya dari salah satu SMA Negeri terfavorit di Surabaya, dokter yang lahir pada tanggal 26 Januari 1963 ini mentargetkan Teknik Sipil sebagai ajang pengembangan ilmunya. Namun, setelah dua kali mencoba untuk masuk ke dalam almamater tersebut, tak satu pun kesempatan masuk dapat Ia raih.

Akhirnya Ia pun dengan sedikit terpaksa menuruti nasihat orang tua untuk meneruskan pendidikannya di kedokteran. “IP awal saya itu 0,7 lho mbak,” kenangnya sambil tertawa. Namun kemudian pria asli Surabaya ini pun mencoba untuk menekuni pelajaran kedokteran yang tersaji dihadapannya. Lambat laun, Ia pun mulai memahami dan mengerti pelajaran mengenai kesehatan manusia ini.

Menjadi ‘Pemain Belakang’

Usai merampungkan studinya di Semarang, tahun 1995 Ia kembali ke Surabaya dan menjadi dokter PTT selama tiga tahun di Puskesmas Pegirian. Pada tahun 1998 itu Ia menjadi dokter di Tim Kesehatan Haji, dan pada saat itu pula Ia direkomendasikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya saat itu untuk mengisi tempat kosong pada Tim Kesehatan Persebaya, yakni menjadi dokter khusus Tim Kesebelasan. “Saat itu belum ada Badan Liga Indonesia,” jelas dr. Heri. Setelah melalui beberapa prosedur, kemudian Ia pun mulai tahun 1998 tersebut hingga sekarang (2009, Red) menjadi dokter kepercayaan Kesebelasan Persebaya.

Menjadi dokter tim sepak bola berbeda dari dokter dengan dokter pada umumnya. Di tim tersebut Ia otomatis menjadi penanggung jawab dari kesehatan para pemain. Tes kesehatan setiap pemain otomatis dr. Heri yang memegang. Sebelum dan sesudah kompetisi harus mengetahui keadaan para pemain dari segi medis seperti contohnya keadaan livernya, dan juga dari segi fisik seperti contohnya besar otot mereka.

Ia juga bersama ahli gizi harus mengetahui besaran asupan makanan para pemain. “Makanan sebelum bertanding, saat bertanding dan setelah bertanding itu berbeda-beda,” jelasnya. Maka dari itu Ia harus teliti dan pandai mengatur menu para pemain sehingga tenaga yang masuk dan dikeluarkan seimbang. Apabila para pemain bertanding langsung di lapangan, dapat dikatakan para tim kesehatan ini juga bertanding jauh lebih awal di belakang layar karena harus terus memantau, memperhatikan kesehatan para pemain dengan strategi asupan gizi yang benar.

Satu hal lagi yang berbeda dengan menjadi dokter suatu tim sepakbola, yakni karena istilahnya seperti menjadi dokter pribadi para pemain bola, maka otomatis ketika tim harus bertanding di luar pulau maka tim kesehatan pun harus turut serta. “Enaknya jadi bisa tau kemana-mana,” tutur dokter yang memang memiliki hobi traveling ini sambil tersenyum. Mulai dari Ternate, Halmahera, Wamena, dan Papua sudah pernah disinggahi bapak yang mengaku hanya senang menonton bola ketimbang bermain bola ini.

Tetapi karena memang di lain pihak Ia berdinas sebagai Kepala Puskesmas, maka ketika pergi ke daerah pun yang Ia perhatikan juga Puskesmas. “Kalau Puskesmas di daerah itu besar-besar, tetapi jauh dari keramaian,” terangnya. Ia mengaku selalu ingat Puskesmas ketika bepergian. Karena salah satu harapannya ketika Ia naik pesawat dan bepergian dengan para pemain bola adalah bagaimana caranya memiliki kesempatan tersendiri dengan para staf Puskesmas untuk pergi dengan pesawat ke luar pulau.

Pengalaman Unik Menjadi Kepala Puskesmas.

Di lain sisi karirnya sebagai dokter kesebelasan, karirnya sebagai pegawai negeri pun terus berjalan. Sebelum akhirnya Ia bertugas di Puskesmas Wonokusumo, Ia pernah bertugas selama empat bulan di Puskesmas Sidosermo. “Saat di situ (Puskesmas Sidosermo, Red) saya dengar tentang Puskesmas Wonokusumo,” jelas bapak dari Dewangga Putra Pratama (18) dan I’zas Farrastika Dewanti (13) ini.

Ia kemudian menceritakan satu kisah unik tentang Puskesmas Wonokusumo, bahwa ketika Ia bekerja di Puskesmas Sidosermo itu, Ia mendengar bahwa Kepala Puskesmas Wonokusumo kerap berganti-ganti atau dengan kata lain tidak ada yang kuat menjadi Kapus di daerah Wonokusumo tersebut. “Saya dengar saat itu, katanya Kapusnya (Wonokusumo, Red) sering di demo,” tuturnya. Demo dari masyarakatnya. Hal ini mengingat wilayah yang dinaungi oleh Puskesmas Wonokusumo merupakan wilayah yang dikenal keras.

Penduduknya mayoritas adalah para penduduk musiman dengan keadaan ekonomi menengah kebawah, dan umumnya berwatak keras. Kemudian, apabila masyarakat tersebut diberikan pengertian mengenai perilaku kesehatan yang baik, mereka tidak mudah menerima, karena umumnya mereka memiliki pemikiran atau ‘mitos’ sendiri bagaimana mengasuh anak supaya sehat.

Tidak disangka mendengar cerita mengenai Puskesmas Wonokusumo tersebut, tidak lama giliran dr. Heri yang mendapatkan amanah untuk memimpin Puskesmas di daerah Surabaya Utara tersebut. Tanpa ragu Ia pun langsung menerimanya dengan pasti. “Kalau sudah tugas, saya siap. Saya tidak pernah menolak tugas.” terangnya

Maka pada tahun 2001 Ia pun mulai memimpin Puskesmas Wonokusumo, walau pada saat itu Ia masih Plt. Kapus. Maka strategi pun disusun untuk mendapatkan hati masyarakat di wilayah Wonokusumo yang didominasi oleh penduduk dari Pulau Garam itu. “Saya saat itu pendekatan ke tokoh-tokoh masyarakat, dan juga para Kader,” tutur bapak yang hobi olahraga renang ini.

Ia mengakui bahwa masyarakat sangat percaya pada Toma (Tokoh Masyarakat) mereka, dan dengan melalui Kader dr. Heri dapat mengetahui keadaan masyarakat. Satu waktu ketika sedang melaksanakan tugas sehari-hari di Puskesmas, tiba-tiba ada seorang pria datang ke Puskesmasnya sambil marah-marah dan mengacung-acungkan clurit. Serentak orang-orang di sekitar Puskesmas pun ketakutan, begitu juga dengan para pegawai Puskesmas.

Namun lain halnya dengan dr. Heri, dengan penuh keberanian Ia hadapi pria yang sangat emosi tersebut. “Bapak itu marah karena anaknya panas dan nangis setelah disuntik,” jelas dr. Heri mengenang pengalaman tak terlupakan tersebut. Kemudian dr. Heri bercerita kembali bahwa setelah emosi bapak tersebut dapat mereda, maka Ia jelaskan bahwa panas pada anak setelah mendapatkan suntik tersebut merupakan keadaan normal. Setelah berbincang-bincang dan diberikan solusi maka pria tersebut dapat mengerti kemudian pulang tanpa harus mengacung-acungkan cluritnya lagi. “Bapak itu merasa terganggu mendengar anaknya nangis terus, karena Ia terganggu tidurnya,” jelas dr. Heri. Namun sekarang Ia selalu tekankan sosialisasi yang gencar untuk berikan pengertian kepada masyarakat mengenai arti kesehatan yang benar. “Lewat masjid pun, saat ada khotbah gitu saya himbau Toma agamanya untuk berikan pengarahan perilaku sehat yang benar,” tutur dr. Heri.

Ketika ditanya kenapa tidak takut menghadapi masyarakat yang keras, suami dari Eka Rusmayawati ini mengaku memang tidak takut dan ragu. “Kerja saja dengan niat itu sendiri,” terangnya, bahwa seperti yang dijelaskannya, orientasi terhadap pekerjaan jangan uang tetapi cukup bekerja dengan niat saja kemudian semuanya akan mengikuti. “Lagian Istri saya juga orang Sampang kok,” tambahnya dengan senyum, maka dari itu Ia mengerti bahasa daerah masyarakat yang mendominasi daerah Wonokusumo tersebut.

Bukan hanya masyarakat yang Ia coba rangkul, tetapi juga para staf Puskesmas ia rangkul sebagai keluarganya, maka Ia terapkan suasana kekeluargaan di dalam Puskesmas. Namun tetap saja disiplin menjadi hal penting dalam bekerja. “Kalau terlambat, akan kena denda dan masuk kas bersama,” jelasnya. “Tetapi bukan berarti dengan bayar denda maka yang terlambat bisa tanda tangan, ya tetep saya coret lhaa,” lanjutnya sambil tersenyum.

Di penghujung wawancara Ia menjelaskan bahwa terdapat kebijakan baru pada Badan Liga Indonesia, bahwa dokter yang mengatasi tim sepakbola tidak boleh memiliki pekerjaan lain selain hanya menjadi dokter para pemain. Sehingga dr. Heri yang telah 11 tahun menjadi dokter atlet dan 8 tahun menjadi Kapus Wonokusumo ini harus melepas salah satu pekerjaan yang sama-sama Ia cintai.

Ketika ditanya akan memilih yang mana, dokter yang dikenal kritis ini pun hanya senyum dan terdiam. Masih tersirat dilema di raut wajahnya. “Saya masih belum bisa memilih saat ini,” begitu jawabnya. Tetapi Ia tetap memiliki satu mimpi yang ingin sekali Ia wujudkan, yakni mengajak keluarga seperjuangannya di Puskesmas Wonokusumo untuk naik pesawat bersama-sama.(Fie)

Share this

Banner KTR

KTR dan KTM Surabaya
PERDA Kota Surabaya No 5 tahun 2008

Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok

download disini

 PERWALI Kota Surabaya No 25 tahun 2009

Tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya No 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas merokok

download disini


Counter

    Anda pengunjung ke:

    1,107,690

    Sejak Oktober 2007

    Unique Visitor: 631,433

Statistik