Polling Oktober 2010
Apakah tampilan Website Dinas Kesehatan Kota Surabaya cukup menarik?:
Banner

Suryadi, ST.

Surjadi, ST.Surabaya, eHealth. Salah satu faktor penentu tingkat kesehatan masyarakat adalah keadaan lingkungan sekitarnya, atau kesehatan lingkungan tempat tinggal masyarakat tersebut. Mulai dari kebersihan hingga perilaku sehari-hari menjadi faktor penentu tingkat kesehatan lingkungan atau yang lebih dikenal dengan sanitasi lingkungan. Hal itulah yang bagi pria bernama lengkap Suryadi, ST telah menjadi “makanan” sehari-harinya. Sejak tahun 1974 hingga saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Surabaya, pria kelahiran 20 Oktober 1953 ini menyimpan banyak cerita akan kepeduliannya terhadap keadaan lingkungan, berikut profil lengkapnya.

Lahir di Magetan, anak kelima dari tujuh bersaudara ini tidak memiliki target khusus akan sebuah dunia pendidikan termasuk dengan cita-cita yang ingin dicapainya, hanya satu niat yang terus ia pegang saat akan menjalani pendidikan adalah ‘tidak menjadi beban orang tua’. “Saya tidak memiliki cita-cita yang terlalu muluk, yang penting saya bisa bekerja dan tidak membebani orang tua,” terang Bapak dari Prayogi Edi Suryawan, Dewi Endah Suryasari, Triluki Suryasari, dan Novariana Suryasari ketika ditanya cita-cita masa kecilnya.

Terinspirasi dan termotivasi oleh salah seorang kakaknya yang bekerja sebagai perawat, maka Suryadi muda selepas masa studinya di SMA pada tahun 1972 dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH) bertempat di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Selama dua tahun ia menghabiskan waktu di asrama untuk mendalami permasalahan kesehatan lingkungan.

SPPH merupakan sekolah pemerintah dimana seluruh lulusannya langsung diangkat sebagai Pegawai Negeri (PN) saat itu. Hal tersebut menjadi salah satu pemicunya meneruskan langkah di SPPH, “Zaman dulu mendapat ijazah itu tidak mudah,” kenang Suryadi, maka perjuangannya untuk masuk SPPH pun harus ditempuh dengan menjalani tes tulis yang cukup ketat.

Di samping itu, suami dari Endang Wanitasari ini memang sangat bersemangat menjalani kegiatan menyangkut kesehatan terutama sanitasi lingkungan, hal ini karena Suryadi senang berada diantara masyarakat dan senang bersosialisasi. “Dulu saya lihat kakak saya itu sangat dikenal di kampung sehingga banyak teman,” ujarnya mengungkapkan alasan lain ia selalu bersemangat menangani permasalahan lingkungan.

Selepas dari SPPH, Suryadi bertugas langsung di Puskesmas Wonocolo pada tahun 1974, yang kemudian Puskesmas Wonocolo ini terbagi menjadi dua dan sekarang dikenal dengan Puskesmas Jemursari dan Puskesmas Gayungan. Pria yang memiliki hobi bermain voli ini melanjutkan dinasnya sebagai Petugas Sanitasi Inpres di Puskesmas Gayungan selama lima tahun.

Namun, tugasnya di Puskesmas yang terletak di daerah Gayungsari tersebut, merangkap juga sebagai petugas Tata Usaha (TU) mengurus permasalahan administrasi Puskesmas dan juga keuangan Puskesmas saat itu. 

Pria yang membentuk klub pecinta voli di rumahnya ini pernah mendapatkan predikat sebagai Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Kota Surabaya untuk Petugas Sanitasi selama dua kali, salah satunya pada tahun 1977 ketika Ia menjalani tugasnya di Puskesmas Gayungan.

Pengalaman yang baginya sangat mengesankan ketika bertugas di Puskesmas tersebut adalah ketika dirinya harus menggalakkan program pemerintah pusat mengenai penggalakkan penggunaan jamban di masyarakat. “Saat itu pemerintah memiliki program tahunan 200 jamban, dan kebetulan saya yang bertugas saat itu,” tuturnya kepada Tim eHealth ketika ditemui di sela-sela kesibukannya.

Ia kemudian me-review ingatannya kembali ketika Ia mulai mendekati masyarakat yang enggan mengenakan jamban dan lebih memilih sungai sebagai pembuangan akhir. “Mereka mengaku lebih suka di sungai daripada di jamban,” jelas Suryadi. Tak berputus asa, Suryadi saat itu terus melakukan pendekatan pada masyarakat. Tentu saja dengan cara terjun langsung pada masyarakat yang harus dibina dan kemudian diberikan pengarahan. Tidak cukup pada saat jam kerja Ia memberikan penyuluhan, malam hari pun Ia rela memberikan pengertian kepada masyarakat mengenai pentingnya menggunakan jamban daripada sungai.

“Biasanya orang-orang yang saya berikan penyuluhan itu rata-rata bekerja, maka dari itu waktu saya untuk memberi penyuluhan ya malam hari seusai pulang kerja,” tuturnya. Penyuluhan yang dia berikan pun tidak berupa sebuah penyuluhan formal di sebuah ruangan, namun lebih pada obrolan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, kemudian diberikan contoh kasus dimana banyak diare atau kolera.

Saat itu, Suryadi mengendarai sepeda onthel ketika malam tiba usai Isya’ untuk mengitari rumah seorang Lurah dan bekerjasama dalam memberikan pengarahan kepada masyarakat. Akhirnya sedikit demi sedikit masyarakat pun mengerti. Akhirnya target 200 jamban yang pada awalnya seperti mustahil dilakukan ternyata dapat terpasang, bahan-bahan yang telah disediakan tak satu pun yang tersisa. Sehingga tahun ’70-an tersebut daerah Gayungsari terpasang sebanyak 200 jamban baru yang dapat digunakan masyarakat.

Setelah tahun 1977 mendapatkan predikat teladan, tahun 1982 terulang kembali saat-saat dimana ia patut dijadikan contoh bagi masyarakat sekitarnya. Ia kembali diakui Pemerintah Kota Surabaya sebagai Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Kota untuk Petugas Sanitasi.

Sepak terjangnya ini kemudian membawa karirnya pada Kantor Dinas Kesehatan Kota Surabaya sebagai Kepala Sub Seksi Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelola Makanan (TPM) pada tahun 1992. Saat itu ia memberikan pembinaan mengenai fogging dan bagaimana seharusnya fogging yang tepat diterapkan. “Masyarakat identik dengan fogging ketika mendengar DBD,” jelasnya.

Padahal seperti yang dijelaskan olehnya, fogging merupakan pilihan terakhir mengingat efek samping yang ditimbulkan. Maka Ia beserta para petugas sanitasi Puskesmas memberikan pengarahan cara efektif dan murah mencegah DBD yakni melalui PSJN.

“Meskipun Surabaya disemprot dengan kapal terbang, tidak akan menyelesaikan masalah,” tuturnya mengulang himbauan yang ia berikan kepada masyarakat saat itu.

Tahun 2005 Ia kemudian menjabat sebagai Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, belum lama ia berganti posisi jabatan, tidak tanggung-tanggung tantangan yang mendera adalah Kasus Luar Biasa (KLB) DBD di Kota Surabaya. Saat itu pula Suryadi diutus untuk menjadi Komandan Pemberantasan DBD, kemudian beberapa langkah yang ditempuhnya saat itu adalah pembentukan posko pelaporan kasus DBD yang berpusat di Kantor Dinkes Kota Surabaya, menggalakan pertemuan rutin petugas sanitasi se-Kota Surabaya, dan terakhir mengadakan lomba yang memancing masyarakat untuk memperbaiki perilakunya mencegah DBD.

Berangsur-angsur, dari tahun ke tahun angka DBD menurun. “Upaya penurunan angka DBD tanpa keterlibatan masyarakat itu mustahil,” tukasnya. Namun, rendahnya angka kasus DBD tidak lantas membuatnya bernafas lega, karena gerakan pencegahan seperti PSJN tidak dapat dilakukan sekali tetapi harus dilakukan secara rutin.

Suryadi yang telah puluhan tahun berdedikasi di Dinkes Kota Surabaya ini pun mengutarakan pesan bagi penerusnya sebelum dirinya pensiun bulan November mendatang, bahwa ada baiknya untuk mengadakan acara yang berjenjang. “Lomba antar RT dulu, lalu antar RW, antar kelurahan sampai akhirnya antar kota,” tuturnya, karena hal tersebut dirasa dapat mempertahankan sikap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat.

“Permasalahan sanitasi kerap dianggap sepele, padahal banyak sumber kesehatan berawal dari lingkungan,” tuturnya menjelaskan pandangan kebanyakan masyarakat mengenai kebersihan lingkungan.

Tentu saja perihal kebersihan ini sangat erat kaitannya dengan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menjadi tantangan untuk menangani permasalahan kesehatan lingkungan, karena penyuluhan tidak dapat diberikan satu kali, melainkan berkesinambungan. Di samping itu, tindak lanjut dari perilaku itu pun diserahkan sepenuhnya pada masyarakat, seperti contohnya tindakan kecil seperti menguras rutin bak mandi.

Kurang dari satu bulan lagi sosok Suryadi yang sederhana ini akan menjalankan masa paripurna tugasnya. Seperti yang telah terlihat diatas, pengalamannya tidaklah sedikit, ia telah mengikuti berbagai kepemimpinan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya mulai dari awal hingga saat ini. Ia hanya ingin berpesan bagi penerus jabatannya kelak yakni tetap menghubungkan tali silaturahmi seluruh petugas sanitasi melalui pertemuan rutin setiap bulannya. “Jangan lupakan, data adalah hal terpenting,” pesannya, sehingga diharapkan segala tindak lanjut kasus berdasarkan data akurat yang telah diambil di lapangan. “Jangan berhenti memberikan inovasi dan usulan,” lanjutnya, karena baginya hal tersebut adalah wujud kepedulian akan kesehatan lingkungan.(Fie)

Share this

Banner KTR

KTR dan KTM Surabaya
PERDA Kota Surabaya No 5 tahun 2008

Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok

download disini

 PERWALI Kota Surabaya No 25 tahun 2009

Tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya No 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas merokok

download disini


Counter

    Anda pengunjung ke:

    1,109,885

    Sejak Oktober 2007

    Unique Visitor: 631,719

Statistik